Senin, 18 Mei 2009

ASAL MULA NAMA LEMAH GEMPAL

ASAL MULA NAMA LEMAH GEMPAL

ASAL MULA NAMA LEMAH GEMPAL



Pada zaman dahulu Semarang sering di landa banjir. Hal itu tidak mengherankan karena daerah itu terletak di tepi pantai dan di tengah kota melintas sungai besar .

Keadaan seperti ini sangat meresahkan masyarakat. Lebih-lebih pada musim hujan. Dapat di pastikan, setiap hujan datang, banjir pun datang. Jika terjadi banjir tidak sedikit harta penduduk hanyut di bawa air. Bahkan sering pula membawa korban jiwa.

Pemerintah colonial belanda yang ketika itu menguasai semarang juga sangat gelisah menghadapi hal itu. Setiap kali datang banjir dapat di pastikan gedung-gedung pemeritah juga terlanda banjir. Akibatnya, tidak sedikit surat-surat penting basah atau hilang terbawa air. Lingkungan pun menjadi tampak kumuh dan tidak sehat.

Pemerintah belanda mencari akal untuk menanggulangi banjir tersebut. Untuk itu dikumpulkannya para insinyur pembangunan dari seluruh kantor pemerintah yang ada di Semarang.

Diputuskanlah, untuk menanggulangi banjir itu ialah membuat kanal. Kanal adalah parit besar yang berfungsi sebagai sungai. Sebagaian aliran dari sungai induk di alirkan melalui kanal tersebut. Dengan cara demikian, aliran sungai menjadi lebih kecil sehingga mengurangi kemungkinan terjadi banjir.

Lalu di mulailah membangun dua buah kanal, yakni di semarang bagian timur dan sebuah lagi di semarang bagian barat. Kedua kanal itu kemudian lebih di kenal dengan sebutan Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat. Dan kanal yang berfungsi untuk mengurangI banjir yang terjadi di wilayah barat semarang.

Konon, membangun kanal sebelah barat, para pekerja sempat di buat bingung. Ada suatu termpat yang sangat sulit di kerjakan. Tempat itu tidak seperti tempat lain, tanah-tanah nya mudah digali dan ditumpuk pada kanan kiri lubang galian sehingga kanal dapat dibentuk dengan baik.

Akan tetapi, tidak demikian hal pengerjaan dengan tempat yang di maksud. Di tempat itu tanah-tanah yang di jadikan tanggul selalu longsor. Berkali-kali diperbaiki, berkali-kali pula longsor. Pera pekerja menjadi bingung, lebih-lebih para insinyur nya. Berbagai teknik dicobakan untuk menaggulangi hal itu, ternyata gagal.

Salah seorang pekerja akhirnya menemukan akal. Dia yakin , apa yang terjadi itu benar-benar di luar kemampuan akal. “ Bagaimana kalau kita carikan orang pintar?” begitulah suatu ketika dia bertanya atau minta persetujuan dari teman-temannya.

“Kalau memang demikian yang terbaik kenapa tidak?” salah seorang temannya menjawab.

“Ya… ya betul. Saya mendengar di dekat tempat ini ada seorang kiai yang sangat sakti.” Salah seorang dari mereka menimpal.

“Bagaimana kalau kita minta tolong kepadanya?” Tanya salah seorang di antara mereka.

“yaa… betul. Saya setuju. Dari pada pekerjaan ini tidak pernah selesai,” beberapa orang di antaranya saling bersahutan.

Sementara itu, di sisi lain para insinyur terus berembuk mencari jalan untuk menanggulangi hal itu. Selalu saja teori mereka gagal bila sudah di terapkan di lapangan. Tanggul itu selalu saja runtuh bergantian tempat. Sampai berminggu-minggu pekerjaan itu belum bisa selesai. Akhirnya, para insinyur itu pun angkat tangan menyerah.

Pada waktu itu, datanglah kepada pemimpin proyek salah seorang wakil pekerja menyampaikan gagasannya, yaitu meminta bantuan “ orang pintar “ Semula, pemimpin poyek itu tidak setuju. Dia beranggapan kegagalan mereka selama ini semata-mata karena soal teknis.

Akan tetapi, karena desakan para pekerja amat kuat , akhirnya pemimpin proyekpun menyerah. “Ya… kalau memang demikian maksud saudara-saudara silahkan lakukan. Akan tetapi, kalau gagal, harus berani menanggung resikonya.”

“Maksudnya?” Tanya salah seorang pekerja setelah mendengar kata-kata pemimpin proyek.

“Saudara-saudara harus berhenti bekerja,” kata pemimpin proyek dengan mantap.

“Baik, kami akan bertanggung jawab,” jawab para pekerja hampir serentak.

Lalu diutuslah dua orang pekerja menemui sang kiai.

“ Maaf, ki sanak. Jangan ki sanak heran, kalau saya katakan, saya sudah tahu maksud kedatangan ki sanak kemari,” kata sang kiai begitu dua orang pekerja itu menghadap.

“Jadi mbah sudah tahu maksud kedatangan kami?” Tanya salah seorang pekerja itu heran.

“ Ya…., saya sudah tahu. Soal tanggul yang selalu gempal itu, bukan?”

“ Betul Mbah. Kami hampir putus asa. Sudah beminggu-minggu kami mengerjakannya, tetapi selalu gempal. Kami mohon Mbah berkenan membantu kami.”

“ Baik. Ambilah sebuah batu dari sebelah kanan rumah ini dan sebuah lagi sebelah kiri rumah ini. Tanamlah kedua batu tersebut pada salah satu bagian tanggul yang sedang di kerjakan. Dengan izin ALLAH, mudah-mudahan tidak akan gempal lagi tanggul tersebut. Pulanglah ki sanak segera dan jangan sekali-kali ki sanak menoleh sampai ki sanak tiba di rumah.”

Pesan Sang Kiai dilaksanakan betul oleh kedua orang utusan tadi. Sesampai di rumah atau tempat kerja tanggul, di tanamlah kedua batu yang mereka bawa dari rumah Sang kiai. Pada saat itu, terjadilah suatu keajaiban. Reruntuhan tanah bekas tanggul tersebut kembali menyatu. Bagian-bagian tanggul yang semula longsor perlahan-lahan menjadi utuh.

Sejak itu penyelesaian tanggul selanjutnya selalu lancar. Semua pekerja bergembira bercampur heran. Lebih-lebih para insinyur yang menangani proyek itu tidak terkecuali pemimpin mereka.

Konon bermula dari kejadian itulah daerah tesebut kemudian di kenal masyarakat dengan nama Lemah Gempal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar