Senin, 18 Mei 2009

JANDA MISKIN DAN IKAN GABUS

JANDA MISKIN DAN IKAN GABUS

JANDA MISKIN DAN IKAN GABUS



Padua sampan dahulu, hiduplah seorang janda tua yang sangat miskin. Begitu miskinya janda tua itu, sehinnga tiada satu pun kekayaan yang di miliknya. Pakaian yang ada padanya, tiada lain kecuali hanya selembar yang senantiasa lekat itupun sudah compang-camping. Makan dan minum pun tidak tentu pula. Ada kalanya sekali dalam satu hari dia makan. Bahkan tak jarang pula dua atau tiga hari dia tidak makan

Ketika dia masih muda, barangkali tidak demikian sukar hidupnya. Pada waktu itu dia dapat menjual tenaganya, dapat hidup memburuh dengan upah yang lumayan, yaitu ketika tenaganya masih kuat. Sekarang dia sudah tua. Tenaganya sudah berangsur-angsur menjadi lenyap. Hingga sekarang tenaganya tidak laku lagi di jual. Tidak seorang pun yang mau menerimanya bekerja dan memberinya upah pekerjaan. Tiap-tiap hari tidak lain hanya mencari kayu atau daun sekuat tenaganya, lalu di tukarkan dengan beras atau nasi kepada tetangganya.

Rumahnya hanyalah gubuk yang sangat kecil yang reot, berdekatan dengan rumah seorang tetangga yang kaya. Gubuknya itu sangat tua atapnya sudah bocor , dindingnya sudah belubang. Lagi pula. Gubuk itu sudah condong, hampir roboh. Usahanya akan memperbaki rumahnya yang rombeng itu, tidak dapat juga dilaksanakannya. Pertama karena dia sama sekali tidak mempunyai biaya; jangankan untuk memperbaiki rumah, untuk makan pun tidak cukup. Kedua, karena janda itu seorang diri, sebatang kara di dunia ini. Sanak keluarganya tidak ada. Jadi tidak ada yang membatu-bantu memperbaiki rumahnya itu. Karena dari itu, makin lama makin rusaklah rumahnya.

Janda miskin itu selama hidupnya sama sekali tidak mengenal akan Tuhan, apalagi menyembahnya. Dia tidak tahu, bahwa alam semesta ada karena diciptakan oleh Tuhan yang maha kuasa. Dia tidak tahu bahwa sebenarnya drinya hidup di dunia ini karena diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan dia tidak tahu bahwa seluruh hidupnya itu diciptakan tuhan yang maha kuasa. Dan dia tidak tahu, bahwa seluruh hidupnya itu ada dalam kasih Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Pada suatu hari, seperti biasa janda mikin itu berangkat lagi ke hutan, mencari sesuatu untuk di tukarkannya dengan beras atau nasi. Dia berjalan perlahan-lahan sekali, karena tenaganya telah lemah di bawa larut oleh usianya yang sudah lanjut, lagi pula perutnya kosong. Dia sudah dua hari tidak tidak memasukan makanan apa-apa. Jalan yang di laluinya itu melewati tepi sebuah sungai yang besar. Waktu itu musim sedang kemarau. Telah lama sekali hujan tidak turun. Sungai-sungai dan danau-danau telah banyak yang mengering. Kebetulan hari itu siang amat cerah dan matahari memancarkan panasnya yang terik. Sungai yang dilalui janda itu, agaknya telah hampir mengering, yang masih berair tinggalah setempat-tempat yang berlubang dalam.

Tiba di tepi sungai itu janda miskin melihat ada banyak sekali ikan gabus di Lumpur sungai itu, yang semula mereka tempati bersama-sama, karena hebatnya musim kemarau dan teriknya panas matahari, sedikit demi sedikit menjadi kering. Ikan-ikan gabus ini dengan dipimpin oleh seekor ikan gabus yang terbesar, mungkin itu adalah rajanya, bermaksud akan pindah ketempat yang masih berair di sungai itu. Akan tetapi mereka terhenti di tenggah jalan karena tidak berhasil mencapai tempat Yang mereka maksud.

“ inilah rejeki ku,” pikirnya. “ sebentar lagi aku akan dapat berpesta. Sudah beberapa hari aku tidak makan. Segera aku akan dapat merasakan daging ikan gabus yang sedap rasanya. Rencananya, ikan-ikan gabus itu sebagian akan di jual dan pendapatanya akan di belikan beras, minyak kelapa, rempah-rempah. Dia akan memasak seenak-enaknya.

Akan tetapi, lama kelamaan berubahlah niatnya. Di tahannya tangannya yang hampir saja dia julurkan untuk mengambil ikan-ikan gabus itu. Matanya tidak lepas memandang ikan-ikan gabus yang menggelepar-gelepar itu. Makin lama dia melihat ikan-ikan itu. Makin kasihanlah dia, mengingat kesengsaraan yang di derita oleh ikan-ikan itu. Dia lalu membandingkan kesengsaraan hidupnya sendiri dengan kesengsaraan ikan-ikan itu. Dia merasa hidupnya sendiri sengsara, tetapi tidak menyamai atau melebihi, kesengsaraan ikan-ikan gabus itu. Dia merasa, bahwa dalam kesengsaraan hidupnya masih mempunyai kesempatan untuk menghindari dirinya dari kematian dengan jalan mencari-cari kayu dan sebagaiannya untuk penukaran beras misalnya. Lain halnya dengan yang di alami ikan gabus-gabus itu. Mereka dalam kesengsaraanya dan tidak dapat berusaha untuk menyelamatkan diri dari kematian yang mengancam diri ikan-ikan tersebut.

Tidak jadi janda miskin itu mengambil ikan-kan itu. Dia hanya diam sambil tidak lepas-lepas memandanginya. Tiba-tiba dialaminya suatu kejadian yang sangat mengherankan. Ikan gabus yang terbesar itu didengarnya dapat berbicara seperti manusia. Ia mendengar ikan-ikan itu berteriak demikiaan: “YA ALLAH HAMBA MINTA HUJAN! YA ALLAH HAMBA MINTA HUJAN! YA ALLAH HAMBA MINTA HUJAN! Teriakan itu berkali-kali ulangi oleh ikan itu sambil menengadahkan kepalanya ke langit.

Janda miskin itu ternganga keheran-herannan memandang keajaiban itu. Dia diam saja menanti, ingin mengeetahui apa yang akan terjadi.

Beberapa saat kemudian, datanglah keajaiban berikutnya. Turunlah hujan yang sangat lebat tercurah dari langit. Sungai itu berair lagi karena tergenang air hujan, dan ikan gabus itu dapat berenang-renang lagi dengan enaknya. Jadi dia terhindar dari bahaya maut.karena sangat herannya mengetahui keajaiban itu, si janda miskin tidak terasa dirinya basah kehujanan. Sesudah itu, pulanglah dia. Diurungkan niatnya mencari daun-daunan dan kayu. Kedinginan badannya sama sekali tidak dirasakannya. Juga laparnya tidak dirasakan. Hatinya di penuhi oleh kejadian yang baru saja dilihatnya tadi.

Sepanjang jalan sampai rumah dia selalu memikirkan tingkah laku ikan gabus menengadah langit meminta hujan. Lalu katanya dalam hati: “Kalau aku minta uang kepada yang bernama ALLAH tadi, barangkali diberi. Caranya mungkin aku meniru kata-kata ikan gabus tadi sambil menengadah. Hanya bedanya, ikan itu tadi minta hujan, sedangkan aku minta uang.”

Sesampainya di rumah, tanpa mengingat dingin, lapar, lelah, dan kantuk, janda miskin itu lalu minta uang kepada ALLAH. Dia duduk sambil menengadah dan berkali-kali maengulangi kalimat-kalimatnya: “ ya, ALLAH, hamba minta uang ! ya, ALLAH, hamba minta uang ! ya, ALLAH, hamba minta uang !” Kalimat itu terus-menerus diulang –ulangnya tak henti-hentinya. Pikiranya terpusat kepada meminta uang kepada ALLAH itu. Hal-hal yang lain sama sekali tidak dipikirkanya. Kesengsaran hidupnya kelaparan dan kesusahannya, tidak di pikirkan sama sekali. Dia percaya bahwa ALLAH akan memberinya uang, seperti tadi telah memberi hujan kepada ikan-ikan gabus di sungai itu. Dan kepercayaanya ini pulalah yang menyebabkan dia tidak jemu-jemunya tetap mengulangi permintaanya.

Sampai sepanjang hari janda miskin itu berteriak-teriak mengulangi permintaan kepada ALLAH. Bahkan sampai malam juga, dia tidak menyudahi teriakan-teriakanya itu. Tetangganya terdekat yang kaya itu merasa jengkel karena senantiasa mendengar teriakan-teriakan si janda miskin itu. Karena jengkelnya, orang kaya itu lalu datang ke rumah janda miskin dan menyentaknya.

“ DIAMLAH BOSAN AKU MENDENGAR TERIAKAN-TERIAKANMU ITU. TIDAK MUNGKIN PERMINTAANMU ITU TERKABUL. SIA-SIALAH PERBUATANMU ITU. MUSTAHIL ALLAH AKAN DATANG KESINI DAN MEMBERIMU UANG. Daripada kau berteriak-teriak tidak berarti begitu, lebih baik kau pergi ke hutan mengambil kayu atau daun, mungkin akan mendapatkan rejeki”.

Janda miskin itu tidak menghiraukan kemarahan dan omelan si orang kaya. Dia tetap berteriak-teriak, bahkan makin di perkeras teriakannya itu, mengulangi permintaanya kepada ALLAH. Malam harinya, sedang orang-orang lain tidur nyenyak, janda miskin itu tidak henti-hentinya meninta uang kepada ALLAH. Maka habislah kesabaran orang kaya itu. Dia mengambil sebuah karung besar, lalu diisi pecahan-pecahan kaca dan genteng sampai penuh. Pada waktu janda miskin itu sedang asik berteriak-teriak minta uang, orang kaya itu lalu memanjat atap rumah si janda miskin dengan menggendong karung isi pecahan kaca itu. Dia bermaksud akan mempermainkan janda miskin itu, lalu membuka atap gubug itu, tepat di atas janda itu mengadah. Karung berisi pecahan kaca lalu di jatuhkan dari atas tepat menjatuhi janda itu.

Seketika itu pula, si janda miskin itu pingsan, dan orang kaya itu merasa puas karena dapat menghentikan teriakan-teriakan yang membosankan itu.

Beberapa saat lamanya barulah janda miskin itu sadar akan dirinya. Dia melihat karung di dekatnya, senanglah dia, mengira bahwa itu berisi uang pemberian ALLAH. Karena itu lalu di sembah-sembahnya karena gembiranya, lalu katanya sambil menyembah karung itu.

“Ya, ALLAH! Hamba berterima kasih kepada ALLAH, karena benar-benar menberi hamba uang, tetapi, mengapa pemberian itu sekian bayaknya? Apakah untuk ALLAH sendiri nanti masih ada?”

Melihat tingkah laku janda miskin itu yang menyembah-nyembah karung sambil berkata sendirian seperti orang gila, orang kaya itu merasa geli hatinya. Lagi pula dia merasa puas, karena tipunya mengena, pecahan-pecahan kaca yang diisi ke dalam karung itu dkira uang benar-benar. Orang kaya itu mengintip saja dari luar, menanti bagaimana kesudahannya nanti. Tentulah si janda miskin itu akan malu kepada dirinya sendiri, karena mengira karung itu penuh dengan uang. Lagi pula, tentu selanjutnya tidak lagi berteriak-teriak minta uang kepada ALLAH, karena tidak akan ada hasilnya, ,nyatanya bukan uang yang di berikan, melainkan hanya pecahan kaca.

Janda miskin itu tetap menyembah-nyembah kegirangan seraya sebentar-sebentar menari-nari mengelilingi karung itu. Setelah beberapa saat lamanya, barulah dia membuka karung itu, akan mengetahui isinya. Apakah isi karung itu? Atas kuasa Tuhan, pecahan-pecahan kaca tersebut benar-benar berubah menjadi uang. Karung yang besar itu penuh berisi bermacam-macam mata uang, ada yang tembaga, ada yang perak. Si janda menjadi kaya raya. Berita tentang kekayaan janda itu lekas sekali tersebar kemana-mana. Rumah gubugnya yang telah reot lalu di perbaikinya, bahkan rumahnya yang baru seperti istana besar lagi indahnya, penuh dengan perabotan dan perhiasan mahal. Dan lagi, pakaiannya sekarang tidak lagi compang-camping seperti dahulu. Dibelinya pakaian yang serba indah.

Tetangga-tengganya heran dan kagum mendengar cerita tentang asal mula janda itu memperoleh kekayaan yang berlimpah-limpa, hanya seoranglah yang tidak mengaguminya, yaitu si orang kaya yang bermaksud akan memepermainkannya dengan karung berisi pecahan-pecahan kaca itu. Kekayaanya tidak ada persepuluh atu perseratus kekayaan janda itu. Dia menyelsali perbuatannya. Mengapa dia dahulu menjatuhkan karung penuh pecahan-pecahan kaca ke rumah janda itu, hinnga mengakibatkan janda itu menjadi lebih kaya raya, melebihi kekayaanya. Kalau dia tidak berbuat demikian, tentulah janda itu tidak akan menjadi kaya raya demikian.

Dia menyesal benar-benar menyesal. Tetapi selanjutlah timbulah pikiran lain padanya. Dia lalu ingin meniru cara yang telah di jalakan oleh janda itu, dia juga akan memperoleh emas dan perak dalam karung.

Pada suatu hari, orang kaya itu menyuruh pelayannya agar nanti malam membawa dua buah karung yang penuh berisi pecahan kaca ke atas atap rumahnya.

Pelayan itu di suruhnya menjatuhkan karung-karung itu dari atas atap hingga menimpa dirinya.

“ ya, ALLAH, hamba minta uang ! ya, ALLAH, hamba minta uang ! ya, ALLAH, hamba minta uang !”

Sampai malam hari dia tidak menghentikan teriakan-teriakan itu. Tengah malam, pelayan naik ke atap rumah sambil membawa dua buah karung penuh berisi pecahan-pecahan kaca. Karung-karung itu dijatuhkannya dari atas atap hingga menipa orang kaya itu yang sedang berteriak-teriak minta uang.

Seketika itu pula orang kaya itu jatuh pingsan beberapa saat lamanya. Setelah sadar dari pingsan, dia melihat dua buah karung di dekatnya,bangkitlah dia lalu menyembah-nyenbah kerung itu, seraya katanya ; “Ya, ALLAH! Hamba berterima kasih kepada ALLAH, karena benar-benar menberi hamba uang, tetapi, mengapa pemberian itu sekian bayaknya? Apakah untuk ALLAH sendiri nanti masih ada?”

Dia yakin bahwa dia benar-benar akan memperoleh dua karung penuh uang. Maka dari itu, dengan tidak ragu-ragu lagi setelah beberapa saat lamanya bertingkahan demikian itu, dibukanyalah karung-karung itu. Apakah yang di dapatnya? Kiranya pecahan-pecahan kaca dalam karung itu belum juga berubah menjadi uang. Maka sangat menyesalah dia. Badanya telah cacat karena kejatuhan karung-karung yang besar dan penuh berisi pecahan-pecahan kaca itu, tetapi keinginannya tidak tercapai. Dengan sangat jengkel dia mengumpat, “Mengapa ALLAH itu tidak adil? Orang lain di buatkannya uang, sedangkan aku tidak di buatkannya.” Lagi pula umpatnya, “Barang kali yang menjadi ALLAH sekarang ini beda dengan dahulu. ALLAH yang dulu itu dapat membuat uang dari pada pecahan-pecahan kaca, tetapi yang sekarang agaknya tidak dapat.”

Sejak itu orang kaya itu cacat tubuhnya, hingga tidak dapat bekerja mencari nafkah. Lama-kelamaan karena dia dapat bekerja, dia tidak dapat mencari tambahannya, padahal tiap-tiap hari di pergunakan untuk makan , lebih-lebih lagi cacat tubuhnya itu telh menghabiskan biaya sekali untuk pengobatanya, tetapi tidak brhasil. Pada akhirnya dia menjadi melarat sekali tidak punya apa-apa, seperti si janda miskin itu, ketika belum kejatuhan karung dari atas atap itu.

Sumber:Cerita Rakyat I

Jawata Kebudayaan Deprtemen P D & K

Tidak ada komentar:

Posting Komentar